Dataran Tinggi Dieng adalah kawasan vulkanik aktif di Jawa Tengah, yang masuk wilayah Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Wonosobo. Letaknya berada di sebelah barat kompleks Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing.
Dieng memiliki Ketinggian rata-rata adalah sekitar 2.000 m di atas permukaan laut. Suhu berkisar 12—20 °C di siang hari dan 6—10 °C di malam hari. Pada musim kemarau (Juli dan Agustus), suhu udara dapat mencapai 0 °C di pagi hari dan memunculkan embun beku yang oleh penduduk setempat disebut bun upas ("embun racun") karena menyebabkan kerusakan pada tanaman pertanian.
Secara administrasi, Dieng merupakan wilayah Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara dan Dieng ("DiengWetan"), Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo. Wilayah ini merupakan salah satu wilayah paling terpencil di Jawa Tengah.
Nama Dieng berasal dari bahasa jawa kuno yang mempunyai dua arti, yaitu :
- Ardhi ( gunung ), Hyang ( Dewa )
Dalam kitab ” Tantu Panggelaran” yang di tulis pada masa kejayaan Majapahit mempunyai arti Dieng adalah Gunung tempat bersemayam para Dewa.
- Adi ( Indah ), Aeng ( Aneh )
Dieng adalah gunung yang memiliki Dataran indah dan terdapat banyak keanehan yang muncul melalui keajaiban alamnya dan banyaknya peninggalan bersejarah.
Beberapa diantara keindahan alam yang ada adalah seperti udara sejuk/ dingin hingga mencapai 0 derajat,yang biasanya terjadi pada bulan – bulan tertentu yaitu Mei s/d Agustus,sehingga embun yang jatuh ke permukaan akan terlihat bagaikan salju di pagi hari.Keindahan alam lainnya juga seperti ”Kawah Sikidang”, yang merupakan kawah unik dengan karakter mistik dapat berpindah – pindah keaktifannya dari satu tempat ke tempat lain layaknya seekor Kijang yang melompat.Kawah ini berbau belerang yang tidak berbahaya,dan panasnya bisa mencapai 90,2 derajat dengan tinggi asap bisa mencapai 20 m dari permukaan kawah. Selain itu terdapat juga keindahan alam seperti ”Telaga Balai Kambang” yang dapat diartikan tanah yang mengapung dan dapat berputar di atas air mengelilingi telaga tersebut.telaga ini terletak di sebelah selatan kompleks Candi Arjuna,yang konon katanya telaga ini merupakan bekas letusan gunung Dieng yang sangat besar pada ribuan tahun yang lalu,sehingga dataran tersebut tergenang air dengan luas ± 10 Ha.
Banyak terdapat peninggalan bersejarah yang diperkirakan dibangun antara akhir abad ke-8 sampai awal abad ke-9,dan diduga merupakan candi tertua di Jawa. Diantara peninggalan bersejarah tersebut adalah :
1. Komplek Candi Arjuna
komplek Candi Arjuna terletak di tengah kawasan candi Dieng, yang terdiri dari 5 candi ( Pandawa ), yaitu candi Arjuna, candi Srikandi, candi Sembadra, candi Puntadewa, dan candi semar.
2. Komplek Candi Gatutkaca
Kelompok Candi ini juga terdiri atas 5 candi, yaitu candi gatutkaca, candi Setyaki, candi Nakula, candi Sadewa, candi petruk, dan candi Gareng. Namun pada saat ini yang masih dapat dilihat bangunannya hanya candi gatutkaca, sedangkan keempat candi lainnya hanya tersisa reruntuhannya saja.
3. Komplek Candi Dwarawati
Kelompok Dwarawati terdiri atas 4 candi,yaitu candi Dwarawati, candi Abiyasa, candi Pandu, dan candi Margasari. Pada saat ini yang kondisinya relatif utuh hanya satu candi, yaitu candi Dwarawati.
4. Komplek Candi Bima
Candi Bima terletak menyendidi di atas bukit, dan merupakan bangunan candi terbesar di antara kumpulan candi Dieng. Bentuknya berbeda dari candi – candi di Jawa tengah pada umumnya,dan besarnya candi ini menggambarkan sesosok Bima dalam cerita pewayangan / mahabarata yang berbadan besar, kuat, dan kokoh pendiriannya.
5. Komplek Gasiran Aswotomo
Gasiran Aswotomo sebenarnya terdiri dari ± 9 lubang seperti sumur, akan tetapi saat ini hanya 4 lubang yang dapat di lihat dengan jelas. Konon gasiran ini adalah merupakan terowongan yang di bangun oleh pangeran aswotomo untuk menuju kerajaan pada masa tersebut.
6. Sumur Sendang Sedayu dan Sendang Maerokoco
Tempat ini terletak di sebelah utara komplek candi Arjuna, yang katanya Air dari sumur ini tidak akan pernah kering dan air sumur ini bisa digunakan untuk mengusir jin yang menempel pada anak gembel.
Hingga saat ini Air dari sumur tersebut masih digunakan untuk memandikan /manjamas anak yang memiliki ”Rambut Gembel” menjelang prosesi pencukuran, dan di lakukan oleh sesepuh Desa Dieng Kulon. Ritual pencukuran ”Rambut Gembel” tersebut masih dilestarikan di Desa Dieng Kulon sampai saat ini, yaitu melalui suatu Event kebudayaan yang di laksanakan pada bulan Juli setiap tahunnya.
7. Musium Kailasa
Kailasa berasal dari nama gunung yang artinya ”Kristal” dimana disitu adalah tempat yang digunakan oleh dewa siwa dan istrinya untuk bermeditasi.
Musium kailasa Dieng Kulon ini adalah tempat untuk penyimpanan benda – benda bersejarah seperti ( Arca / Patung ) yang terdapat di dataran tinggi Dieng. Di komplek tersebut juga terdapat cafe kailasa yang bisa digunakan untuk bersantai, rapat atau pertemuan,serta ”Kailasa Theater” yang merupakan sebuah bioskop kecil yang memutar peristiwa yang terjadi di kawasan dataran tinggi dieng pada masa lampau hingga masa kini.
8. Kawah Sikidang
Kawah Sikidang terletak di kawasan perhutani yang masuk wilayah Pangkuan Desa Dieng Kulon, Kawah Sikidang Dieng terkenal dengan fenomena kolam kawahnya yang bisa berpindah atau melompat dalam satu kawasan yang luas. Itulah sebabnya Kawah Sikidang menjadi salah satu dari banyak kawah di kawasan wisata Dataran Tinggi Dieng yang paling diminati.
SEJARAH DESA
Desa Dieng Kulon terletak di lembah/ di kelilingi oleh beberapa gunung diantaranya adalah Gunung Perahu, Gunung Sekendil, Gunung Pangonan, gunung Sipandu. Berdasarkan cerita / dongeng dari nenek moyang terdahulu,yang mendirikan/ merintis dan menamakan Desa dieng Kulon adalah :
- Tumenggung Kolo Dete
Biasa dipanggil oleh penduduk Dieng mbah/ ki Kolo Dete, beliau meninggal tanpa sebab dan sampai saat ini tidak ada yang mengetahui makamnya.
- Ki Seketi
Biasa dipanggil oleh penduduk Dieng mbah/ ki seketi atau mbah silikuti. Beliau adalah orang pertama yang dimakamkan di pemakaman umum Desa Dieng Kulon, dan sampai saat ini masih jelas keberadaan makamnya.
Berdirinya pemerintahan Desa Dieng Kulon diawali pada tahun 1830 M, dengan kepemimpinan sebagai berikut :
SUSUNAN KEPALA DESA DIENG KULON KECAMATAN BATUR KABUPATEN BANJARNEGARA
NO |
NAMA |
JABATAN |
LAMA MENJABAT |
KET. |
1. |
Mbah Citra |
Lurah |
1830 – 1845 |
15 Tahun |
2. |
Mbah Dikem |
Lurah |
1845 - 1849 |
4 Tahun |
3. |
Mbah Suradikrama |
Lurah |
1849 – 1869 |
20 Tahun |
4. |
Mbah Sawi Jaya |
Lurah |
1869 – 1899 |
30 Tahun |
5. |
Mbah Bunjari |
Lurah |
1899 – 1903 |
4 Tahun |
6. |
Mbah Rono Wiastro |
Lurah |
1903 – 1933 |
30 Tahun |
7. |
Mbah Wiryo Sukarto |
Lurah |
1933 – 1939 |
6 Tahun |
8. |
Bp. Suhari |
Lurah |
1939 – 1961 |
20 Tahun |
9. |
Bp. Mangun Diharjo |
Lurah/ Kades |
1961 – 1984 |
23 Tahun |
10. |
Bp. Chumaedi |
Lurah/ Kades |
1984 – 2001 |
17 Tahun |
11. |
H. Achmad Sriyadi |
Lurah/ Kades |
2001 – 2011 |
10 Tahun |
12. |
Bp. Slamet Budiyono |
Lurah/ Kades |
2011 – 2017 |
6 Tahun |
13. |
Bp. Slamet Budiyono |
Lurah/ Kades |
2018 – 2024 |
6 Tahun |
Demikian sekilas sejarah Desa Dieng Kulon dan pemerintahan Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara sampai sekarang.